Suku Bunga Bank AS ‘The Fed’ Naik, Ini Pengaruhnya di Indonesia
Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) mengumumkan kebijakan kenaikan suku bunga 50 basis poin pada rapat FOMC, Kamis (5/5/2022). Hal ini terjadi karena tingkat inflasi yang tinggi di AS. Kenaikan inflasi AS pada Maret 2022, telah mencapai 8,4 persen secara year on year (yoy), ini merupakan inflasi tertinggi dalam 41 terakhir, yakni sejak Desember 1981. Kebijakan ini membuat suku bunga dana federal manjadi 0,75 persen bahkan hingga 1 persen, dari yang sebelumnya berada pada kisaran 0,25 persen hingga 0,5 persen.
Bloomberg mencatat, kenaikan suku bunga kali ini oleh The Fed merupakan yang paling agresif sejak tahun 2000. Pihak The Fed mengklarifikasi bahwa kenaikan ini harus dilakukan untuk menetralkan inflasi di Amerika Serikat.
Hal ini tentu berpengaruh terhadap iklim perekonomian global, tak terkecuali Indonesia. Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia (BI) memperkirakan, bahwa pada tahun ini The Fed akan menaikkan suku bunga secara total 250 basis poin, yang membuat suku bunga The Fed secara keseluruhan akan mencapai 2,75 persen pada akhir 2022. Ia berpendapat bahwa The Fed akan menaikan suku bunga kebijakan sebanyak 2 kali, hingga tahun 2023. Sehingga diprediksi pada akhir 2023 suku bunga kebijakan The Fed akan mencapai 3,25%.
Dengan naiknya suku bunga acuan Bank Indonesia, diperkirakan suku bunga pinjaman perbankan juga akan ikut naik, termasuk bunga pada Kredit Pemilikan Rumah (KPR), yang biasanya merespons cepat Ketika BI menaikkan suku bunga. Namun merespons hal ini, dilansir dari Antaranews.com, Bank Indonesia telah memantapkan langkah untuk pertahankan suku bunga acuan atau BI 7 Days Reverse Repo Rate 3,5 persen pada Rapat Dewan Gubernur pada 23-24 Mei lalu.
“Keputusan ini sejalan dengan perlunya pengendalian inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah serta tetap menjaga pertumbuhan ekonomi,” tutur Perry Warjiyo, Gubernur BI.
Perry menambahkan, pertumbuhan ekonomi harus gencar didorong mengingat sedang tingginya tekanan eksternal, yakni ketegangan geopolitik antara Rusia dan Ukraina. Sejalan dengan hal itu, BI melakukan beberapa kebijakan seperti memperkuat nilai tukar rupiah untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah yang sesuai dengan keadaan pasar.
Selain itu, BI juga mempercepat normalisasi kebijakan likuiditas dengan menaikkan giro wajib minimum (GWM), serta meningkatkan insentif bagi para bank yang menyalurkan kredit atau pembiayaan kepada sektor prioritas dan UMKM atau memenuhi target rasio pembiayaan inklusif makroprudensial (RIPM) mulai berlaku 1 September 2022.
Bank Indonesia sebagai bank sentral juga akan melanjutkan kebijakan transparasi suku bunga dasar kredit (SBDK) dengan mendalami suku bunga kredit sektor prioritas hingga melanjutkan penyelenggaraan Karya Kreatif Indonesia (KKI) sebagai bentuk dukungan untuk pengembangan UMKM. Pihaknya juga akan memperkuat kebijakan internasional dengan memperluas kerjasama dengan bank sentral dan otoritas negara mitra lainnya.
Pengaruhnya Terhadap Bunga Kredit Perbankan
Suku bunga kredit perbankan kemudian diperkirakan akan mengalami kenaikan. Hal ini bisa saja terjadi karena pengaruh ketidakpastian ekonomi global, yang membuat kemungkinan penurunan suku bunga kredit sangat kecil.
Piter Abdullah, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia berpendapat bahwa tinggal menunggu waktu untuk BI menaikkan suku bunga acuan. Ia menyebutkan hingga saat ini, BI memang belum meniakkan suku bunga acuan, tetapi terus mengetatkan likuiditas dengan menaikkan giro wajib minimum (GWM).
Di sisi lain, Bhima Yudhistira Adhinegara Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) berpendapat, bahwa bank akan menaikkan bunga kredit dengan pertimbangan khawatir terjadinya risiko pengetatan likuiditas di tahun sepanjang semester kedua, karena dana antara penerbitan SBN dan deposito.
"Jika suku bunga acuan naik, akan picu beralihnya investor ke surat utang pemerintah," kata Bhima.
Jarak yang jauh antar SBN dan deposito, membuat bank berkejaran dengan menaikkan suku bunga. Selain itu, angka inflasi mulai mengindikasikan kenaikan baik pada inflasi pangan maupun energi. Biasanya, semakin tinggi inflasi, semakin cepat pula kenaikan suku bunga pinjaman. Pemicu lain kenaikan suku bunga adalah ketidakpastian ekonomi sepanjang 2023, sehingga bank akan memperbanyak cadangan dan gencar menaikkan bunga pinjaman, khususnya suku bunga kredit konsumsi sebagai antisipasi risiko jangka menengah.
Bhima juga berpendapat bahwa sebaiknya, bank fokus untuk melakukan pertumbuhan kredit dengan menahan suku bunga. Karena biasanya debitur yang baru pulih dari situasi pandemi, mengajukan pinjaman untuk ekspansi usaha yang sangat membutuhkan bunga terjangkau.
"Begitu juga dengan konsumen properti, sebanyak 70% lebih pembelian rumah dengan KPR sehingga besaran bunga mempengaruhi ability to pay atau kemampuan membeli rumah," pungkas Bhima. Kemudian bank bisa dorong laba lewat proporsi fee based income yang lebih besar seperti fee dari wealth management sampai layanan digital.
Ia menambahkan, bahwa kenaikan suku bunga akan menyebabkan efek domino pada pemulihan ekonomi nasional. Kenaikan suku bunga bank sentral disinyalir juga akan memicu biaya pinjaman dana atau cost of fund bagi pelaku usaha menjadi lebih mahal. Konsumen juga akan menanggung biaya bunga yang naik seperti pembiayaan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) dan kredit kendaraan bermotor.
"Oleh karena itu sinergi fiskal moneter sangat penting. APBN sebagai bantalan harus bisa stabilkan harga energi dan pangan melalui berbagai intervensi," tutur Bhima.
Menurutnya, kedepannya akan ada risiko BI behind the curve jika BI terus menunda menaikkan suku bunga acuan di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi. Piter membeberkan beberapa pertimbangan, yang pertama yakni karena the Fed, Bank Sentral Amerika Serikat (AS), telah menaikkan suku bunga dan diprediksi akan lebih agresif menaikkan suku buka sebagai respons atas lonjakan inflasi yang tinggi di AS. Kedua, inflasi di dalam negeri sendiri telah meningkat cukup signifikan dan diprediksi kenaikan akan terus terjadi. Bahkan, berpotensi melewati target BI dan pemerintah.
Pada April 2022, tingkat inflasi tercatat telah mencapai level 3,47 persen secara tahunan dan inflasi inti meningkat ke level 2,6 persen secara tahunan. Ketiga, sejak pemerintah melarang ekspor CPO, , nilai tukar rupiah terus tertekan dan sempat menyentuh level terendah di kisaran Rp14.700. Ia memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga hingga 25 basis poin dan setelahnya akan mengikuti kenaikan suku bunga the Fed. Ia juga memperkirakan pada tahun ini, BI akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin secara total hingga mencapai level 4,25 persen.
Kestabilan suku bunga akan sangat mempengaruhi kondisi ekonomi, termasuk aktifitas keuangan masyarakat secara menyeluruh. Ini merupakan salah satu alasan pentingnya untuk selalu melakukan evaluasi terhadap suku bunga dan penerapannya yang tepat setiap waktu. Saat suku bunga meningkat, minat masyarakat untuk menyimpan uang mereka di bank akan semakin tinggi. Masyarakat enggan membelanjakan uang mereka dan lebih memilih untuk menunda ekspansi bisnis mereka. Sebaliknya, ketika suku bunga turun minat masyarakat untuk mengajukan pinjaman ke bank akan semakin tinggi juga, sehingga mempengaruhi pembelanjaan dan juga ekspansi bisnis menjadi lebih tinggi. Perubahan suku bunga ini juga akan mempengaruhi minat investor dan juga aktifitas bisnis dan ekonomi dalam skala nasional.
Pentingnya Suku Bunga Acuan
Suku bunga acuan mempunyai peran penting dalam perekonomian suatau negara. Suku bunga acuan merupakan bagian dari kebijakan moneter yang mempunyai fungsi untuk memelihara stabilitas nilai mata uang. Selain itu, suku bunga acuan juga menjadi referensi bagi bank untuk menetapkan suku bunga pinjaman dan suku bunga simpanan (tabungan atau deposito). Sebagai contoh, jika bank sentral menaikkan suku bunga acuan, maka suku bunga deposito juga akan ikut naik. Kenaikan suku bunga ini tentu akan menimbulkan penambahan beban uang yang harus dibayar kepada bank, alias konsekuensi meminjam dana.
Biasanya, saat bank sentral menaikkan suku bunga, masyarakat akan menyimpan dana yang dimiliki ke bank, dengan harapan mendapatkan bunga yang lebih tinggi. Karena itu, permintaan barang dan jasa bisa saja turun karena dana masyarakat tersimpan di bank. Tentunya perubahan pada permintaan barang dan jasa akan memengaruhi tekanan inflasi, dan kenaikan atau penurunan harga barang dan jasa di pasar. Karena itu, penetapan suku bunga acuan oleh bank sentral dilakukan untuk mengendalikan inflasi. Penurunan permintaan barang dan jasa akan mengurangi tekanan inflasi atau kenaikan harga-harga barang dan jasa di pasar. Pengendalian inflasi adalah salah satu tujuan penetapan suku bunga acuan oleh bank sentral.
Dari penjelasan di atas, tentu suku bunga mempunyai peranan yang penting untuk kelancaran proses simpan pinjam di dunia perbankan. Suku bunga yang tepat akan membuat kedua belah pihak (debitur dan kreditur) diuntungkan dan sama-sama bisa mendapatkan manfaat atas proses transaksi simpan pinjam yang dilakukan. Hal ini tidak hanya berlaku dalam dunia perbankan saja, namun akan ikut serta mempengaruhi kelancaran bisnis dan juga ekonomi secara keseluruhan.
Pentingnya peranan suku bunga di dalam kehidupan ekonomi sebuah negara, sangatlah wajar jika keputusan terkait dengan hal ini diambil oleh pihak yang memegang peranan penting di dalam ekosistem perekonomi. Di Indonesia sendiri, institusi yang berwenang menentukan nilai suku bunga berada di tangan pihak bank sentral, yakni Bank Indonesia. Dalam prakteknya, sebulan sekali Bank Indonesia menggelar rapat Dewan Gubernur yang akan membahas berbagai hal terkait dengan perekonomian negara, termasuk perubahan nilai suku bunga acuan.
Penentuan naik turunnya suku bunga acuan ini tentu akan diambil berdasarkan analisa pasar terlebih dahulu. Berbagai kebijakan juga sangat mungkin dilakukan untuk membuat suku bunga acuan menjadi efektif dan dapat mendukung pergerakan ekonomi nasional secara keseluruhan. Berdasarkan ilmu kebanksentralan, dapat disimpulkan bahwa suku bunga acuan adalah salah satu alat dalam kebijakan moneter yang dapat digunakan untuk mengendalikan jumlah peredaran uang di dalam perekonomian sebuah negara. Hal ini dapat dilihat seperti berikut:
- Meningkatkan Jumlah Uang Yang Beredar
Untuk meningkatkan jumlah uang yang beredar di masyarakat, bank sentral biasanya akan menerapkan kebijakan moneter longgar, di mana nilai suku bunga akan diturunkan. Hal ini biasanya dilakukan untuk mengatasi penurunan inflasi yang terjadi. Saat suku bunga turun dan uang yang beredar di masyarakat lebih banyak, maka dorongan untuk belanja dan melakukan aktifitas bisnis akan semakin besar. Ini akan membuat ekonomi menjadi bergairah kembali.
- Mengurangi Jumlah Uang Yang Beredar
Untuk mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat, pihak bank sentral biasanya akan menerapkan kebijakan moneter ketat dan menaikkan suku bunga acuan. Hal ini biasanya dilakukan untuk mengatasi kenaikan inflasi yang terjadi. Namun peningkatan suku bunga acuan ini tetap harus dilakukan dengan sangat hati-hati, karena akan mempengaruhi peningkatan biaya bisnis dan harga-harga lainnya.
- Penerapan Suku Bunga Dalam Dunia Perbankan
Penggunaan suku bunga pada umumnya banyak dikenal melalui berbagai produk- produk keuangan, khususnya yang dimiliki oleh bank. Baik bank swasta maupun bank milik pemerintah akan menerapkan sejumlah suku bunga tertentu atas produk keuangan yang mereka miliki, di mana besaran bunga ini akan diterapkan berdasarkan suku bunga acuan yang dikeluarkan oleh bank sentral (BI) selaku pihak yang berwenang.
Pada dasarnya, bank memang berperan menjadi perantara bagi masyarakat, di mana proses simpan pinjam bisa berlangsung dengan lebih mudah dan aman. Masyarakat yang memiliki dana bisa menyimpan dana mereka di bank dan akan menerima sejumlah bunga atas simpanan yang mereka miliki di bank. Dalam hal ini, bank akan berperan sebagai debitur dan masyarakat pemilik dana sebagai kreditur. Sebaliknya, masyarakat yang membutuhkan dana bisa mengajukan pinjaman ke bank, dan pada akhirnya memiliki kewajiban untuk membayar sejumlah bunga pinjaman yang mereka terima tersebut. Dalam hal ini, bank akan bertindak sebagai kreditur dan masyarakat yang mengajukan pinjaman sebagai debiturnya.
Bank akan menerima sejumlah dana (simpanan) dari masyakat dan menyalurkannya sebagai dana pinjaman kepada masyarakat lainnya yang membutuhkan. Dari proses ini, bank akan menerapkan sejumlah biaya yang kemudian digunakan sebagai biaya operasionalnya. Penting untuk menjaga keberlangsungan siklus simpan pinjam yang sehat dan seimbang, agar kinerja bank bisa berjalan dengan efektif. Jika terjadi kemacetan kredit dalam jumlah yang besar di dalam perbankan, maka krisis ekonomi sangat mungkin terjadi.
Dengan suku bunga acuan yang diterapkan BI masih stabil, Anda bisa mengandalkan Loan Market untuk mendapatkan pinjaman yang tepat dana man. Loan Market, sebuah perusahaan financial aggregator yang berdiri sejak 1995 di Australia, merupakan sister-company dari Ray White, agen properti terbesar di Indonesia. Loan Market membuka perjalanannya dan menjadi penggagas jasa keuangan di Indonesia pada 2017 untuk selalu mengedepankan kebutuhan masyarakat akan dana dengan membantu dan menemukan pilihan pinjaman yang sesuai akan kebutuhan nasabah. Hal itulah menjadi motivasi Loan Market untuk menjadi jasa agen keuangan yang kredibel dan terpercaya.
Loan Market berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi di Indonesia dengan menyediakan beragam layanan yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan individu maupun kolektif. Produk Loan Market meliputi Kredit Rumah, Multiguna, Kredit Modal Usaha, Deposito, Kredit Investasi serta Kredit Take Over. Terdapat Loan Advisers yang merupakan profesional dalam bidang finansial, siap memberikan pelayanan dan solusi terbaik seputar pilihan pinjaman yang tepat dan sesuai dengan kondisi para nasabah.
Hingga kini, Loan Market telah bekerja sama dengan lebih dari 32 institusi keuangan (lenders) baik dari perbankan, multifinance, fintech, dan koperasi memiliki 21 kantor cabang dan lebih dari 200 Loan Advisers yang tersebar di kota-kota besar Indonesia. Loan Market telah resmi tercatat di Otoritas Jasa Keuangan sejak 2019.
Sumber: Loan Market, Moneyduck, Antaranews, Bareksa, Detik.com, Tempo.co, SINDONews, Kontan